Setelah menunggu hampir 9 tahun sejak meledaknya krisis ekonomi baru saat Pemerintah akhirnya menyadari pentingnya peran sektor industri pengolahan (manufacturing industry) dalam mendorong perekonomian daya yang kokoh dan berkelanjutan. Seperti yang dinyatakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) sektor ini diharapkan mampu memberi keuntungan ganda dalam menambah nilai investasi dan menjadi sumber lapangan kerja baru.
Berbeda dengan target-target ekonomi agregat sebelumnya, target pertumbuhan sektoral yang diajukan Pemerintah mengalami reorientasi dengan menekankan pada pentingnya peran sektor manufaktur. Tingkat pertumbuhan 4,6% dan 4,7% dua tahun belakangan pada sektor manufaktur telah disadari menyebabkan kemampuan yang terbatas dari ekonomi Indonesia menghasilkan multiplier kegiatan usaha dan lapangan kerja. Sehingga perlu kita sambut secara positif perubahan sikap Pemerintah ini, dengan mematok pertumbuhan sektor manufaktur menjadi 7,2%, dengan harapan kondisi seperti sebelum krisis di atas 8% bisa digapai.
Dalam rancangan tersebut dituntut juga kenaikan tingkat konsumsi masyarakat 5,1%, konsumsi pemerintah 8,9% dan ekspor 9,9% — sehingga tingkat laju pertumbuhan ekonomi tahun 2007 sebanyak 6,3% dapat dicapai. Tentunya hal ini membawa implikasi pada kebutuhan sumber dana yang sangat besar. Dan memang dalam coretan-coretan Menkeu, sektor pasar modal perlu setor Rp 346,15 triliun, Pemerintah dan BUMN Rp 346,15 triliun, Penanaman Modal Asing (PMA) Rp 190 triliun dan lembaga perbankan Rp 100 triliun.
Tujuan menuju masyarakat industrialisasi yang kokoh akan semakin nyata apabila niat tersebut dilengkapi dengan rencana aksi yang terkoordinir dari Pemerintah beserta para pelaku ekonomi dunia usaha untuk merealisasikannya. Pengalaman dari negara berkembang yang sukses dalam program industrialisasi, menyarankan perlunya Pemerintah memiliki satuBlueprint Program Industrialisasi yang terfokus dan feasible. Fokus dalam arti Pemerintah perlu melakukan penajaman target pengembangan sektor manufaktur andalan yang tahan banting. Feasible memiliki makna bahwa produk andalan yang diprioritaskan cukup memberikan margin usaha bagi investor untuk terjun ke sektor tersebut, dan tersedia sumber dana yang cukup. Sayangnya sampai dengan detik ini kita belum melihat blueprint tersebut.
Tentunya tidak seluruh produk andalan sektor manufaktur akan memberikan dampak multiplier yang tinggi. Bahkan kita dihadapkan pada suatu paradox bahwa memilih produk andalan industri manufaktur yang memiliki kinerja multiplier output yang tinggi biasanya enggan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Demikian juga konsentrasi pada produk-produk sektor manufaktur dengan multiplier tenaga kerja yang tinggi (tekstil, pakaian, kulit, elektronik) biasanya mereka sudah memasuki tahap penurunan penjualan (sunset industry) dan daya saing yang rendah.
Ke depan pekerjaan rumah kita masih banyak. Berikut ini mungkin beberapa upaya minimal yang perlu dilakukan agar visi membangun sektor industri yang kokoh dan bermanfaat dapat kita realisasikan dalam tempo yang tidak terlalu lama:
1. Dunia usaha di sektor manufaktur dengan multiplier tenaga kerja yang tinggi perlu segera melakukan pembaharuan dalam aplikasi teknologi produksi, manajerial dan pemasaran. Program pendidikan dan pelatihan karyawan dalam peningkatan kompetensi untuk memodernisasi kegiatan sub-sektor ekonomi ini perlu segera dipersiapkan dan dilaksanakan.
2. Produk andalan yang berdaya saing di pasar global, antara lain seperti industri komponen, usaha pengalengan produk perikanan, industri hilir pengguna minyak sawit (selain industri minyak goreng), briket batubara, industri galangan kapal, industri rancang bangun peralatan konstruksi, usaha olahan hasil hutan, dan industri karoseri truk merupakan contoh-contoh produk andalan yang perlu dipertimbangkan.
3. Orientasi penggunaan laba perusahaan BUMN untuk tujuan menambal defisit APBN agar segera diakhiri. Sebaiknya laba perusahaan BUMN direlakan untuk ditanamkan kembali oleh perusahaan BUMN tersebut dalam mengembangkan kapasitas produksi mereka dan ekspansi industri pasokan dan komponen yang terkait.
4. Konsumsi Pemerintah agar tidak terlalu banyak disalurkan untuk pengeluaran rutin dan belanja pegawai, sehingga dana yang terbatas dapat digunakan guna mengembangkan pendidikan dan ketrampilan kejuruan di bidang usaha manufaktur andalan. Sebagian dana Pemerintah perlu diprioritaskan untuk modernisasi pelabuhan dan moda angkutan laut antar pulau di luar Jawa, berikut pengembangan fasilitas dan infrastruktur publik.
5. Merombak sistem produksi dan organisasi PLN serta Pertamina sehingga mampu memberikan kontribusi positif untuk program industrialisasi. Partisipasi swasta dalam memproduksi sumber daya listrik untuk keperluan industri agar segera dibuka dibarengi dengan penciutan SDM PLN. Bagi perusahaan Pertamina, agar segera merubah orientasi “dagang atau fungsi brokernya” menjadi jagoan lapangan yang handal seperti layaknya Petronas-Malaysia.
6. Untuk memangkas pengeluaran rutin yang semakin membengkak, Pemerintah harus berani melakukan program rasionalisasi pegawai negeri di Republik tercinta ini. Produktivitas pegawai negara dapat jauh lebih ditingkatkan dengan menggandakan balas jasa mereka. Apalagi pada saat ini pegawai negara kita sudah tidak lagi menjadi “sapi perah” yang dapat dibeli untuk tujuan pencoblosan di bilik suara saat Pemilu.
7. Penyaluran kredit konsumsi untuk KPR dan kendaraan bermotor segera dibatasi tingkat laju pertumbuhannya, mengingat alokasi di kedua sektor konsumsi tersebut telah mengarah pada pemborosan dan misalokasi sumber dana masyarakat yang terbatas.
No comments:
Post a Comment